Rabu, 10 April 2013

SENI UKIR



Estetika dalam Seni Ukir Minangkabau 

Berbicara tentang estetika dalam seni ukir Minangkabau tidak bisa dilepaskan dengan masyarakat Minangkabau itu sendiri. Karena seni ukir tradisional Minangkabau merupakan gambaran kehidupan masyarakat yang dipahatkan pada dinding rumah gadang, merupakan wahana komunikasi dengan memuat berbagai tatanan sosial dan pedoman hidup bagi masyarakatnya. Marzuki Malin Kuning (1897 – 1987) ahli ukir dari Ampat Angkat Candung menjelaskan “Seni ukir yang terdapat pada rumah gadang merupakan ilustrasi dari masyarakatnya dan ajaran adat yang divisualisasikan dalam bentuk ukiran, sama halnya dengan relief yang terdapat pada candi Borobudur”.

Tetapi kenyataan yang ada, bahwa seni ukir tradisional pada rumah gadang telah kehilangan jati diri dan peranannya di masa sekarang. Masyarakat Minangkabau tidak banyak lagi yang mengetahui tentang nilai estetikanya, apa lagi makna filosofi yang terkandung di dalamnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kepahaman pada nilai-nilai estetika dan makna-makna adat yang terkandung dalam seni ukir tersebut. Untuk itu perlu dikaji ulang dan digali kembali, agar jangan kehilangan nilai dan makna seni ukir tradisional itu di tengah-tengah masyarakat pendukungnya.

Penulisan dibatasi pada aspek-aspek estetika seni ukir tradisional Minangkabau pada rumah gadang, dalam kaitannya dengan seni tradisional itu sendiri yang mempunyai makna-makna tertentu, sesuai dengan ajaran adat alam Minangkabau. Estetika dan makna-makna adat ini sangat perlu diketahui baik bagi pengukir maupun bagi para penikmat dan khalayak ramai, agar para pengukir dapat menciptakan karya-karya baru tanpa melepaskan diri dari norma-norma yang berlaku dalam lingkungan adat itu sendiri. Selain itu para penikmat khalayak akan dapat berkomunikasi dan mempunyai apresiasi yang baik dalam hal seni ukir tradisional Minangkabau sewajarnya, maka yang menjadi fokus dari penulisan ini adalah yang terjaring ke dalam pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Apa pengertian seni ukir Minangkabau itu? konsep-konsep apa yang mendasari terwujudnya seni ukir tradisional Minangkabau? Apakah seni ukir tradisional Minangkabau itu merupakan wujud fisik yang semata-mata menampilkan estetika belaka? Makna-makna adat yang bagaimana yang terkandung di dalam seni ukir tradisional Minangkabau itu? Berikut ini akan dijelaskan pengertian seni ukir.

A. Pengertian Seni Ukir Tradisional Minangkabau


Seni ukir berasal dari kata “Seni” dan “Ukir”. Persoalan “Apakah seni itu” telah dijawab oleh para Filosuf dan ahli estetis sepanjang masa dengan puluhan defenisi yang berbeda-beda, tetapi apabila batasan itu diteliti dapat disimpulkan pengertian itu sebagai “Kemahiran” (skill). Menurut Soedarso SP yang dikutip oleh Efrizal (1996: 6) yaitu “Pengertian seni suatu kemahiran seseorang adalah sesuai dengan kata “art” yang berasal dari perkataan “ars” yang berarti kemahiran. Kata latin itu masih mempunyai akar kata yang lebih lanjut “ar” yang artinya menyambung atau menghubungkan antara yang satu dengan lainnya, sehingga tercipta suatu kesatuan yang menyenangkan. Untuk pengertian kemahiran itu bangsa Yunani Kuno memakai kata “techne” yang kini menjadi teknik.

Adapun kata “ukir” atau ukiran menurut Bastomi, (1982: 1) berarti seni atau “seni pahat”, hal ini sejalan dengan Ensiklopedi Indonesia bagian 4 (1983: 2295) bahwa ukiran berasal dari kata “ukir” yang berarti seni pahat. Sedangkan ukiran (carving) berarti pahatan, juga dapat diartikan hiasan yang terukir, yaitu hasil seni rupa yang dikerjakan dengan proses memahat. Berdasarkan pendapat dan pengertian di atas dapat didefenisikan bahwa seni ukir adalah “Kemahiran seseorang dalam menoreh/ memahat gambar pada bahan yang dapat diukir, sehingga menghasilkan bentuk segi tiga, timbul dan cekung yang menyenangkan sesuai dengan gambar atau rencana”. Ukiran kayu adalah bentuk pahatan pada papan atau kayu dengan proses memahat yang sifatnya mementingkan bentuk timbul, cekung, cembung, cekung- cembung, segitiga dan tembus.

Seni ukir merupakan seni yang bersifat kedaerahan yang turun temurun dari satu generasi ke negeri berikutnya, seni seperti ini dinamakan seni tradisional. Menurut Bastomi ,(1981/1982: 80) “Kata tradisional berasal dari bahasa latin “traditio” yang berarti sebagai pewarisan atau penurunan norma-norma dan adat istiadat”. Tradisi sifatnya turun temurun karena diberikan dari pihak orang tua kepada anaknya, dari mamak kepada kemenakan. Siapa yang pertama kali menciptakan seni ukir itu tidak pernah disebutkan, sehingga jelaslah bahwa seni ukir tradisional itu benar-benar bersifat komunal.

Di samping seni tradisional, seni ukir juga dikenal sebagai seni klasik, menurut Sukarman (1980: 5) yang dimaksud dengan seni ukir klasik ialah: “Pola-pola hias atau seni ukir yang berakar dari seni ukir tradisional yang telah mencapai puncak perkembangannya”. Dengan kata lain seni ukir klasik ialah sejenis seni yang mencapai puncak kesempurnaannya menurut ukuran tertentu ditinjau dari teknik dan artistiknya. Sebagai contoh seni ukir klasik antara lain seni ukir Batak, seni ukir Toraja, seni ukir Jepara, seni ukir Bali dan seni ukir Minangkabau. Selanjutnya akan dijelaskan asal nama Minangkabau.

Untuk mengetahui seni ukir tradisional Minangkabau yang dimaksud adalah seni ukir yang tersebar di daerah Luhak Nan Tigo yaitu Luhak Tanah Datar meliputi (Kabupaten Tanah Datar dan Solok). Luhak Agam (Kabupaten Agam) dan Luhak Limo Puluh Kota (Kabupaten Limo Puluh Kota), mengingat di tiga luhak inilah seni ukir yang banyak dijumpai. Kenyataan ini memang sesuai dengan informasi yang diberikan oleh pihak permusiuman Sumatera Barat (Usman, 1985: 118). Untuk memahami seni ukir tradisional Minangkabau pahamilah lebih dahulu konsep estetikanya. Konsep estetika tersebut terselip pada sela-sela pandangan hidup dan konsep budaya yang bersumber pada tambo.

Seni rupa tradisional Minangkabau sungguh sangat terbatas pada bentuk-bentuk arsitektur, seni ukir, motif-motif hias pada tekstil dan hiasannya saja. Tidak dikenal bagaimana bentuk seni patungnya atau bentuk seni lukisnya. Oleh karena itu satu-satunya presentasi wujud visual hanya tampil dalam motif-motif hias yang serba flora.

Akan tetapi bentuk-bentuk flora itu sering dikaitkan dengan pengertian lain, karena masing-masing motif seni ukir tradisional sering dikaitkan dengan pengertian lain, karena masing-masing motif itu mempunyai judul yang mengambil nama dari alam tumbuh-tumbuhan, alam hewan, manusia dan benda-benda yang ada di alam ini. wujud floranya sangat mirip alam nyata, tapi maknanya lain. Jadi ada pengertian kiasan dalam wujud visualnya. Dalam hubungan ini pula wujud verbal dan wujud visual mendapat kedudukan yang dapat dikatakan sepadan. Oleh karena itu bentuk-bentuk visual yang ditampilkan tidak berbeda dengan kiasan-kiasan pada petatah petitih.

Dengan demikian jelaslah bahwa alam takambang jadi guru ini, dapat merupakan dua unsur dalam konsep estetika Minangkabau, yaitu unsur nilai dan unsur wujud. Unsur nilainya mengandung makna kiasan, unsur wujudnya menampilkan wajah alami dari khasanah flora. Unsur estetika dalam seni ukir Minangkabau berikutnya adalah unsur norma atau kriteria.

Dalam hal ini istilah pisau siraut sebagai alat untuk menakik, secara tidak langsung, pisau siraut jelas berguna juga sebagai alat peraut di samping alat pemotong, lebih jauh lagi dapat berguna juga untuk alat mengukir dan sebagainya. Satu hal yang sudah pasti adalah ketiga perangkat alat tersebut, dalam konsep estetika Minangkabau jelas merupakan norma-norma atau kriteria yang dapat memelihara nilai-nilai estetika tradisional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar